Jakarta – Harianesia – Rusia semakin dekat dengan tujuan
perangnya di Ukraina untuk menguasai wilayah Donbass. Hal
ini disampaikan oleh Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia,
Sergey Naryshkin, Selasa waktu setempat.
Dalam pernyataannya, Naryshkin menyebut bahwa serangan
Moskow ke Ukraina pada dasarnya bukanlah pertempuran
melawan Kyiv. Ini melainkan perjuangan melawan Barat yang
kolektif menekan Negeri Beruang Putih itu, sehingga
kebebasan serta kedaulatannya dipertaruhkan.
Kepala intelijen tersebut menyatakan optimisme tentang
kemajuan Rusia di medan perang.
Menurutnya, sementara
Moskow membuat kemajuan, militer Ukraina justru melemah
dan berada di ambang kehancuran.
“Situasi garis depan tidak menguntungkan Kiev. Inisiatif
strategis di semua bidang adalah milik kita, kita hampir
mencapai tujuan kita, sementara tentara Ukraina berada di
ambang kehancuran,” ujarnya dalam sebuah wawancara
dengan majalah Rusia Razvedchik yang dikutip Russia Today
(RT), dikutip Rabu oleh Harianesia.com (11/12/2024).
Presiden Ukraina Volodimir Zelensky
telah kehilangan legitimasinya sepenuhnya. Sebagai akibatnya,
pihak Zelensky belum berupaya keras untuk berunding hingga
memiliki posisi tawar yang memadai.
“Masa jabatan presiden pemimpin Ukraina itu berakhir Mei lalu,
setelah ia menolak mengadakan pemilihan umum baru, dengan
alasan darurat militer yang sedang berlangsung,” tambahnya.
Pasukan Rusia telah membuat kemajuan dalam beberapa
minggu terakhir di medan perang.
Sementara itu, para
komandan Ukraina mengeluh tentang kurangnya tenaga kerja
dan kelelahan di jajaran mereka, meskipun usia wajib militer
telah diturunkan dari 27 menjadi 25 tahun dan aturan mobilisasi
diperketat musim semi lalu.
Meski begitu, Moskow masih terus berupaya untuk merebut
kembali wilayah Kursk, yang sebelumnya miliknya, dari
cengkraman Ukraina. Diketahui, Rusia bahkan memanggil
pasukan Korea Utara untuk melakukan operasi pengusiran
tentara Kyiv dari wilayah itu.
Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024.
Moskow berupaya
merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv
terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta
niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan
Barat, NATO.
Langkah ini pun akhirnya menyeret sejumlah negara Barat
dalam konflik, termasuk Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di
Eropa.
Mereka memberikan bantuan besar kepada Kyiv untuk
melawan pasukan Rusia, dan di sisi lain, menjatuhkan ribuan
sanksi ekonomi kepada Moskow agar tak memiliki anggaran
untuk perang.
Editor : Dwi Wahyudi