Jakarta, 26 November 2024 – Harianesia – Pada Pemilu 2024, rakyat yang menyadari dugaan manipulasi politik oleh Presiden Jokowi melakukan perlawanan besar-besaran. Meski begitu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tanpa kehadiran Jokowi sebagai figur sentral, tetap berhasil memenangkan Pemilu untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.
Fakta politik ini menunjukkan bahwa kedaulatan sejatinya berada di tangan rakyat. Tanpa dukungan rakyat, Jokowi disebut turun pamor dari Presiden dua periode menjadi sekadar “makelar” Pilkada.
Bagi yang meragukan analisis ini, mari lihat Pilkada di beberapa wilayah strategis seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Di daerah-daerah ini, calon dari PDIP (Pramono Anung, Andika Perkasa, Tri Rismaharini, dan Edy Rahmayadi) akan menghadapi koalisi besar dari partai-partai yang dikomandani Jokowi.
Jika nantinya Pramono Anung, Andika Perkasa, Tri Rismaharini, dan Edy Rahmayadi hanya menang tipis, itu bisa menjadi tanda bahwa pengaruh Jokowi telah melemah akibat tekanan dari kekuatan rakyat dan gerakan masyarakat sipil. Namun, jika mereka unggul secara signifikan, hal ini dapat dianggap sebagai indikasi bahwa citra Jokowi telah memburuk hingga menjadi simbol kegagalan politik di mata rakyat.
Bagaimanapun, suara lantang masyarakat sipil yang memprotes keterlibatan “Partai Coklat” menunjukkan gerakan ini semakin kuat. Dengan demikian, runtuhnya pengaruh politik Jokowi hanya tinggal menunggu waktu.
Catatan Tambahan
Untuk menjawab tuduhan tidak objektif, saya, Saiful Huda Ems (SHE), ingin menjelaskan bahwa selama 12 tahun, dari 2011 hingga 2023, saya secara konsisten menulis opini politik yang mengangkat hal-hal positif tentang Jokowi. Dari masa ia menjabat sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden, saya telah memberikan banyak pandangan positif terhadap kepemimpinannya.
Namun, dalam satu tahun terakhir, saya mulai melontarkan kritik tajam terhadap Jokowi karena situasi yang berkembang. Apakah kritik ini membuat saya dianggap tidak objektif? Itu keliru besar. Objektivitas bukanlah soal memuja tanpa henti, melainkan keberanian untuk melihat sesuatu secara jernih, adil, dan proporsional. Menyebut saya tidak objektif hanyalah bentuk ketidakmampuan menyikapi kritik secara dewasa.
Editor : Dwi Wahyudi
Sumber : Saiful Huda Ems (SHE) – Advokat, Jurnalis, Analis Politik, dan Aktivis ’98