Jakarta – Harianesia – Artis Sinetron Andrew Andika di tangkap Polisi karena kedapatan mengkonsumsi narkoba jenis narkotika bersama rekan-rekannya pada Kamis (26/9/2024) di Bogor.
Hal tersebut terkonfirmasi dengan tes urine dimana artis yang sedang digugat cerai oleh istrinya tersebut terbukti positif pengguna narkoba jenis sabu.
Pertanyaan publik yang menukik adalah lantas apakah pelaku pemakai narkoba untuk pribadi dengan jumlah terbatas bukan bandar atau pengedar dihukum penjara atau rehabilitasi.
Mantan Kepala BNN, Pakar Hukum Narkotika Dr. Anang Iskandar, SIK, SH, MH menjelaskan bahwa dalam UU no 35 tahun 2009 tentang penyalahgunaan narkoba bukan bandar atau pengedar pelaku harus direhabilitasi bukan dipenjara.
“Dalam bunyi UU pasal 127/2 Jo pasal 103 tersebut jelas menyatakan setiap orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dengan kepemilikan terbatas untuk dikonsumsi secara preventif dan represif wajib mendapatkan upaya rehabilitasi,” ujarnya dikutip dari Tangselmedia.com Rabu (2/10/2024).
Selain itu menurutnya pengguna narkotika atau penyalahgunaan narkotika itu berdasarkan asas nilai nilai ilmiah yang dianut oleh UU no 35 tahun 2009 pasal 127/2 Jo Pasal 103 tentang narkotika adalah penderita sakit adiksi narkotika berhak mendapatkan hak sembuh dari sakit adiksi yang dideritanya ungkap Anang.
Anang menegaskan, “Menjadi kewajiban aparat penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum rehabilitatif dan hakim wajib untuk memutuskan terdakwa menjalani rehabilitasi,” pungkasnya.
Sementara D. Wahyudi mantan Napi dalam kasus Narkotika menanggapi Mantan Ketua BNN tersebut sangatlah setuju dan
Memang seharusnya, korban di rehabilitasi, bukan malah di penjara.
Heddot sapaan akrab Ayah dari dua orang anak ini juga menegaskan bahwa permasalahan peredaran Narkoba sudah sangat memprihatinkan, bahkan bisa dibilang Indonesia Darurat Narkoba, dan ini menurutnya adalah bentuk penjajahan gaya baru, yang tanpa disadari dan dicegah sejak dini mulai dari lingkup keluarga, lingkungan dan masyarakat luas, bisa menghilangkan satu generasi muda Indonesia, karena barang haram ini mudah sekali diperoleh, disetiap Gang, Perkampungan, baik didesa maupun di Kota, ia yakin banyak penjual dan pemakainya tandas Heddot.
Dalam kasus yang menjerat dirinya, ia menceritakan bagaimana perlakuan penyidik yang saat ia ditangkap, rumah digeledah oleh 4 orang petugas kepolisian kemudian di BAP, (sempat bebas) dengan tebusan uang 10 Juta, setelah 9 hari mendekam di Tahanan Polsek, lalu kemudian dipanggil kemudian di tahan kembali, lantaran ada pelaporan dari Masyarakat, yang menanyakan mengapa dirinya bebas dari Polsek setempat.
Lebih jauh dirinya menceritakan, bagaimana ia menghadapi tuntutan Jaksa dengan dikenakan pasal 112,114 sesuai BAP Penyidik, yang ancaman hukumanya diatas 10 tahun, ia pun keberatan kepada Hakim, karena merasa menjadi korban/pengguna bukan pengedar, hal itu diutarakan ya kepada hakim, kemudian dalam persidanganya juga ia menyuruh Hakim tersebut agar melihat isi Chatinganya dalam Whatsup ” dalam Barang bukti yang ada dipersidangan yakni Handphone miliknya
Saya katakan saat itu ” Siapa yang menawarkan..?! dan siapa yang ditawarkan..!?”, karena saya keberatan dengan tuntutan Jaksa yang menuntutnya dengan hukuman 6,5 tahun.
Dengan argumenya kepada Hakim tersebut kemudian si Hakim memvonisnya dengan ketuk palu selama 4,6 tahun penjara, saya hanya menjalani hukuman selama 2,6 tahun setelah menjalani masa hukuman dan mendapatkan remisi, di Lapas Tangerang ungkap Heddot sapaan akrabnya.
Ia juga menceritakan awal penangkapan dirinya yang saat itu dirinya sedang mengkonsumsi Narkoba jenis Sabu, ia membeli dari salah satu bandar seharga 200 ribu, namun setelah bandar itu pergi sebelumnya mengantar pesanannya, tiba tiba pintu rumahnya di ketuk, lalu masuk beberapa oknum petugas dengan menanyakan Dan berkata sambil membentak
“mana barang yang lain…?!mana barang yang lain,?! padahal jelas didapati barang itu hanya tersisa di alat hisap (bong).
Dirinya merasa heran, dan curiga kepada si Bandar yang antar pesananya tadi, ternyata kecurigaannya benar, bahwa ia dijebak (ternyata si bandar seorang Cepu/anak buah oknum) yang menjebak nya, keyakinanya ini lantaran tidak beberapa lama hanya hitungan menit, dari setelah memberikan pesana nya, lalu ia masuk ke kontrakan dan pada saat bersamaan polisi tiba dan dihadapan Istrinya ia kemudian dibawa ke Kantor Polsek setempat.
*Pasal 127 Pasal Bancakan Oknum Polisi, Jaksa dan Hakim*
Kenapa disebut pasal Bancakan..?! mungkin penyidik harus belajar lagi mengenai pasal pasal,
karena jika ingin dikenakan pasal 127 atau memperoleh di BAP naik/ditulis menjadi pasal tersebut yakni pasal 127, bukan pasal yang biasa dipakai menjerat baik pengguna (korban) Pengedar maupun Bandar yakni pasal 112,114, dirinya diminta menyiapkan uang biaya asesment atau rehabilitasi sebesar 100 juta rupiah oleh oknum penyidik pungkas Heddot.
Heddot pun Pasrah dengan apa yang terjadi, meskipun berat berpisah selama hampir 3 tahun dengan anak dan istri tercinta, ia lebih memilih menjalankan hukuman dengan dikenakan pasal 112,114. Seharusnya sebagai korban ia dikenakan pasal 127, dari pada harus keluar uang ratusan juta, ia lebih memilih menjalani hukuman beber nya.
Ternyata pasal Bancakan itu tidak hanya berhenti dari mulai penyidik, namun juga berlanjut dalam persidangan saat ia menjalani proses persidangan.
Dikatakanya rata rata vonis kasus narkoba itu diatas 5 tahun, mengapa saya katakan rata rata, karena hampir 80% lapas isinya pengguna/pemakai, selebihnya adalah Bandar, ia sangat menyayangkan dengan kondisi tersebut, karena jika Korban, pengguna, atau pemakai dijadikan satu dalam lapas yang kian hari kian penuh (overload), apalagi dalam satu blok, maka yang terjadi adalah pasar gelap.
Pernah satu ketika, napi bebas menjalani hukuman dari lapas tersebut dengan kasus pencurian, namun seminggu kemudian dia masuk lagi dengan kasus NARKOBA, setelah saya menanyakan orang tersebut,…
“kenapa lu masuk lagi, betah yaaa…?! Ia hanya menjawab, saya jadi Kuda Baang.,” ungkap Heddot.
Mungkin ini berkat doa saya setiap saat yang saya panjatkan dan dilakukan dalam pesantren dalam Lapas, agar memperoleh hukuman seadil adilnya dan terbaik, si Hakim Ketua memberikan vonis kepada saya dibawah 5 tahun, yang artinya saya bisa mengurus PB (Pembebasan Bersyarat) ungkapnya lagi. Harapanya semoga hal ini menjadi pelajaran hidup, bagi para generasi muda, terutama sang Anak yang kini beranjak dewasa, agar jangan coba coba dengan Narkoba, karena hal itu sangat merugikan dirinya, terlebih bagi keluarganya, dan saya berharap, agar pihak yang berwenang, sesering mungkin lakukan Sidak didalam Lapas, sudah bukan lagi rahasia umum, bahwa peredaran, pengendalian, serta penggunaan Narkoba justru di kendalikan dari dalam Lapas pungkasnya.
Reporter : Dwi Wahyudi