Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Politik

Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Tanah, Penyelesaian Sengketa Tanah dan Menentang Kriminalisasi Penuntutan Kembali Hak Tanah Masyarakat

231
×

Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Tanah, Penyelesaian Sengketa Tanah dan Menentang Kriminalisasi Penuntutan Kembali Hak Tanah Masyarakat

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

JAKARTA,-Menyatunya manusia dan bumi atau manusia dengan tanah, dimana

dia hidup merupakan prinsip dasar yang dianut dalam konsep tanah air,
tanah tumpah darah.
Prinsip ini merupakan dasar tumbuh dan
berkembangnya nasionalisme Indonesia.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Dari sini bisa dipahami
bahwa secara tradisional, bagi masyarakat bangsa ini, kepemilikan
tanah merupakan sumber penghidupan dan bagian dari eksistensi
Sehingga salah satu tolak ukur pencapaian keadilan dan
kesejahteraan masyarakat adalah kemampuan Negara untuk
mengatur dan menata kembali kepemilikan tanah.

Tanah bisa menjadi
sumber ketenteraman, keadilan dan kesejahteraan, namun tanah pun
bisa menjadi sumber konflik, sumber pertumpahan darah yang
menyengsarakan.

Ketimpangan struktural di bidang pertanahan ini lahir akibat
penguasaan sumber-sumber agraria di tanah air oleh kekuatan modal
asing maupun tuan tanah feodal yang menyebabkan rakyat menjadi
kaum tani tak bertanah.

Dihadapkan pada masalah mendasar
maka wajarlah apabila kemerdekaan yang dicita-citakan salah
salah satunya bermakna kemerdekaan bangsa Indonesia dan bebas
struktur agraria warisan kolonial dan feodal yang timpang dan
menindas.

Baca Juga :  Badan Narkotika Nasional atau BNN Ungkap 618 Kasus Sepanjang Tahun Ini

Ada tiga bentuk ketimpangan yang dimunculkan oleh struktur agraria
yang bercorak kolonial dan feodal tersebut.

Pertama, ketimpangan
dalam hal struktur “pemilikan ” dan “penguasaan” tanah akibat
penguasaan tanah dalam skala besar oleh swasta asing dan tuan
tanah feodal.

Kedua, ketimpangan dalam hal “peruntukan” tanah, misalnya dengan
adanya penetapan hutan-hutan produksi untuk kepentingan ekstraksi
hasil hutan oleh pemerintah kolonial.

Ketiga, ketimpangan yang timbul akibat incompatibility dalam persepsi
dan konsepsi mengenai agraria, yaitu antara penguasa kolonial yang
menggunakan konsep-konsep hukum positif dari barat yang mereka
ciptakan dan komunitas lokal atau masyarakat adat yang mengenal
berbagai macam hak yang berbeda atas tanah yang berasal dari
tradisi dan budaya mereka.

Ketimpangan terjadi ketika tata cara
penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria yang
bersumber dari hukum positif barat sering menafikan apa yang telah
lama dipraktikkan dan dikenal oleh masyarakat setempat.

Untuk itulah ketika Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 hadir,
didalamnya memuat asas atau prinsip-prinsip sebagai dasar
penjiwaan pelaksanaan UUPA 1960 itu sendiri dan seluruh tata
peraturan pelaksanaannya, asas-asas tersebut adalah:

Baca Juga :  ANTARA Apresiasi Peran Humas Polri dalam Penguatan Media Relation di Rakernis 2025

1. Asas Kenasionalan
2. Asas pada tingkatan tertinggi bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara, yang bertujuan sebesar-besarnya untuk mencapai
kemakmuran rakyat.

3.Pengakuan terhadap hak masyarakat adat.
4. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial
5. Asas, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai
hak milik atas tanah.
6. Asas persamaan kedudukan bagi setiap warga negara
Indonesia, laki-laki maupun perempuan.
7. Asas, tanah untuk penggarap, tanah pertanian harus dikerjakan
aktif oleh pemiliknya dan mencegah cara-cara pemerasan
(exploitation l’homme par l’homme)
8. Asas Land reform
9. Asas, bentuk usaha bersama dalam lapangan pertanian, baik
koperasi maupun usaha gotong royong lainnya.

Maka Pemerintah harus bersikap ;
1) Penyelenggara Negara berkewajiban untuk mengatur agar
setiap warga Negara mempunyai kesempatan untuk memilk
tanah, sebagai tempat menetap atau sebagai tempa
memperoleh sumber penghidupan secara layak.

Baca Juga :  Meiji BH Itok, Mendukung MADN dan DAD Keterlibatan Tokoh Dayak di Kabinet Prabowo

2) Kepemilikan atas tanah per kepala harus dibatasi, untuk itu kita harus berketetapan untuk mendorong segera
penyempurnaan terhadap UU Pokok Agraria.

3)
Menentang segala bentuk pemaksaan atau penyerobotan tan
rakyat atas nama kepentingan pembangunan.
Untuk itu perlu adanya sikap, bahwa pengalihan tanah rakyat untuk
kepentingan pembangunan sarana/prasarana publik harus
diatur melalui perundang-undangan agar tercipta suatu

standardisasi pola perundingan dan pola kompensasi secara
jujur dan terbuka.

4) Menolak berbagai tindak kekerasan sepihak, dan Negara harus
melindungi upaya warga Negara atau kelompok warga Negara
(masyarakat) yang melakukan penuntutan kembali (reclaiming)
hak atas kepemilikan tanah yang diambil oleh Negara, atau
instansi baik pemerintah, TNI maupun swasta secara tidak adil
pada masa lalu.

5) Harus dibuat suatu pengaturan yang jelas untuk mekanisme
penyelesaian sengketa tanah secara nasional dengan
memperhatikan aspek hukum adat, berdasarkan prinsip
keterbukaan, cepat dan berbiaya ringan.

Sabtu 19/1/2025.

Editor : D.Wahyudi
Dikutip Dari Beberapa Sunber

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *