JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengecualikan institusi pemerintah, korporasi, profesi, dan jabatan sebagai pelapor kasus pencemaran nama baik seperti tertuang dalam UU ITE, mendapat respons berbagai kalangan.
Sebagian kalangan menilai, putusan itu memberi ruang bagi masyarakat untuk memberi kritikan kepada pemerintah tanpa harus takut dipenjara. Pasalnya, dengan putusan MK itu, pencemaran nama baik hanya berlaku bagi individu atau perseorangan.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad turut mengomentari putusan MK tersebut. “Tentunya keputusan MK itu final dan mengikat, dan kami sama-sama menghormati,” kata dia menjawab pertanyaan awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4).
Namun, Ketua Harian Gerindra itu mengingatkan bahwa Indonesia negara yang memegang adat ketimuran, sehingga setiap orang perlu menjaga lisan dengan tidak menyinggung pihak lain.
“Perlu juga sebagai bangsa Indonesia orang timur juga, ya, semua sama-sama tentunya juga menjaga perilaku tentunya juga ada batas-batas yang perlu disadari bersama masyarakat Indonesia,” kata Dasco.
Sebelumnya, MK membuat putusan bernomor 105/PUU-XXII/2024 seperti yang bisa dilihat pada Rabu (30/4).
MK dalam putusannya mengecualikan institusi pemerintah, korporasi, profesi, dan jabatan dari pihak yang dapat melaporkan dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam UU ITE.
MK menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang ITE Nomor 1 Tahun 2024 itu ialah individu atau perseorangan.
MK menyebutkan kritik dalam kaitan dengan Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024 sebagai bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Dari situ, penerapan Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024 harus mengacu pada ketentuan Pasal 310 ayat 1 KUHP yang mengatur mengenai pencemaran terhadap seseorang atau individu.
Dengan kata lain, pasal 27A hanya bisa dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan kepada perseorangan, bukan institusi.
(D.Wahyudi)