Harianesia – Dalam dunia yang semakin terhubung melalui media sosial, konflik antara tokoh publik seringkali menjadi sorotan masyarakat luas. Baru-baru ini, sebuah perseteruan panas terjadi antara Hasbil Mustaqim Lubis, kader Partai Demokrat, dan Arie Kriting, seorang komedian terkenal. Insiden ini bermula dari komentar Hasbil mengenai film terbaru Arie Kriting, “Kaka Boss”, yang kemudian memicu serangkaian aksi saling blokir di platform media sosial X (dulunya Twitter).
Awal Mula Kontroversi
Kontroversi ini berakar pada komentar Hasbil Mustaqim Lubis terhadap film “Kaka Boss” yang dirilis pada 29 Agustus 2024. Dalam unggahannya, Hasbil mengklaim bahwa film tersebut tidak berhasil mencapai angka 1 juta penonton. Ia juga menyinggung keterlibatan Arie Kriting dalam aksi Peringatan Darurat, yang menurut Hasbil, seharusnya tidak menjadi fokus seorang komedian.
Komentar ini tampaknya menyinggung Arie Kriting, yang kemudian memutuskan untuk memblokir akun Hasbil di platform X. Tindakan ini tidak luput dari perhatian Hasbil, yang segera merespon dengan mengunggah tangkapan layar yang menunjukkan akun Arie Kriting telah memblokirnya.
Eskalasi Konflik
Menanggapi situasi tersebut, Hasbil menulis pesan yang cukup provokatif, “Mengkritik, dikritik balik, menyenggol, disenggol, sudah tepat jadi pelawak saja.” Pernyataan ini jelas ditujukan kepada Arie Kriting, yang profesinya memang sebagai komedian.
Arie Kriting, di sisi lain, memilih untuk mengambil pendekatan yang lebih diplomatis. Ia mengaku telah memblokir akun Hasbil sejak lama dan menjelaskan alasannya dengan mengutip nasihat dari guru ngajinya. “Saya blok orang itu dari lama. Kata guru ngaji saya, kalau ada hal buruk itu hindari saja karena itu iblis. Kalau kita tanggapi nanti kita sama buruknya dengan dia,” tulis Arie.
Lebih lanjut, Arie menambahkan, “Itulah pekerjaan iblis. Tujuan baik kita bisa jadi ternoda gara-gara nanggapin orang begitu. Blok saja.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa Arie berusaha untuk tidak terprovokasi dan memilih untuk menghindari konfrontasi langsung.
Tanggapan Hasbil dan Eskalasi Lebih Lanjut
Namun, tanggapan Arie ini tampaknya tidak memuaskan Hasbil. Dalam balasannya, Hasbil kembali memancing konflik dengan menulis, “((Lama lama gw lurusin rambut si Arie)) Yg duluan ngeblok itu kau, ya saya blok balik. Sekarang udh gk ada gunanya kau buka lagi.”
Hasbil bahkan melangkah lebih jauh dengan menantang Arie secara terbuka. “Main2 ke akun tiktok saya, dicari warga tiktok ente. Tapi siapin mental, jgn mental tempe. Ingat, jgn teriak2 demokrasi klo mental blm kuat,” tulisnya. Pernyataan ini jelas merupakan provokasi langsung dan menunjukkan bahwa Hasbil tidak berniat untuk mengakhiri perseteruan ini dalam waktu dekat.
Dampak Terhadap Reputasi
Perseteruan semacam ini tentu memiliki dampak yang signifikan terhadap reputasi kedua belah pihak. Bagi Hasbil Mustaqim Lubis, sebagai kader partai politik, tindakannya bisa dianggap kurang bijaksana dan berpotensi mempengaruhi citra Partai Demokrat. Di sisi lain, Arie Kriting, meskipun berusaha untuk bersikap lebih dewasa, juga tidak luput dari sorotan publik.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang etika bermedia sosial bagi tokoh publik. Apakah tindakan memblokir akun orang lain merupakan solusi yang tepat? Bagaimana seharusnya seorang figur publik merespon kritik atau komentar negatif?
Film “Kaka Boss”: Di Balik Kontroversi
Terlepas dari kontroversi yang terjadi, penting untuk melihat fakta sebenarnya tentang film “Kaka Boss” yang menjadi pemicu awal perseteruan ini. Berdasarkan data terkini, film yang disutradarai langsung oleh Arie Kriting bersama Kristo Immanuel ini telah berhasil meraih 703.907 penonton dalam 16 hari penayangannya.
Film berdurasi 120 menit ini diproduseri oleh Dipa Andika dan Ernest Prakasa, dua nama besar dalam industri perfilman Indonesia. Selain itu, film ini juga menampilkan deretan aktor berbakat seperti Mamat Alkariti, Abdur Arsyad, Ge Pamungkas, dan Elsa Japasal (Eca).
Pencapaian ini tentu menjadi catatan tersendiri mengingat persaingan ketat di industri perfilman nasional. Meskipun belum mencapai angka 1 juta penonton seperti yang disinggung Hasbil, namun performa film ini terbilang cukup baik di tengah kondisi industri hiburan yang masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi.
Peran Media Sosial dalam Konflik Publik
Kasus perseteruan antara Hasbil Mustaqim Lubis dan Arie Kriting ini menjadi contoh nyata bagaimana media sosial dapat menjadi arena konflik bagi tokoh publik. Platform seperti X (Twitter) memungkinkan interaksi langsung antara publik figur dan pengikutnya, namun juga membuka peluang terjadinya konflik terbuka yang bisa dengan cepat menarik perhatian publik.
Dampak psikologis dari perseteruan semacam ini juga tidak bisa diabaikan. Tekanan untuk selalu merespon kritik atau komentar negatif bisa sangat melelahkan secara mental. Hal ini menjelaskan mengapa beberapa tokoh publik memilih untuk membatasi interaksi mereka di media sosial atau bahkan menyerahkan pengelolaan akun mereka kepada tim profesional.
Pembelajaran dari Konflik
Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari insiden ini:
- Pentingnya berpikir sebelum memposting: Setiap unggahan di media sosial bisa memiliki dampak yang luas dan bertahan lama.
- Mengelola emosi: Tokoh publik perlu belajar untuk tidak terprovokasi oleh komentar negatif.
- Memilih pertarungan dengan bijak: Tidak semua kritik atau komentar negatif perlu ditanggapi.
- Memahami konteks: Penting untuk memahami konteks sebelum memberikan komentar, terutama terkait karya kreatif seperti film.
- Menghargai perbedaan pendapat: Dalam masyarakat yang demokratis, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan harus dihormati.
Masa Depan Interaksi Publik di Era Digital
Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana seharusnya interaksi publik dilakukan di era digital. Apakah diperlukan regulasi yang lebih ketat terkait penggunaan media sosial oleh tokoh publik? Atau apakah ini adalah tanggung jawab individu untuk bersikap lebih bijaksana dalam bermedia sosial?
Ke depannya, mungkin perlu ada edukasi yang lebih intensif tentang literasi digital dan etika bermedia sosial, terutama bagi mereka yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan konstruktif.
Kesimpulan
Perseteruan antara Hasbil Mustaqim Lubis dan Arie Kriting di media sosial menjadi cerminan dari kompleksitas interaksi publik di era digital. Kasus ini menunjukkan betapa mudahnya sebuah komentar berkembang menjadi konflik terbuka yang menarik perhatian publik luas.
Meskipun film “Kaka Boss” berhasil meraih prestasi yang cukup baik dengan lebih dari 700 ribu penonton, kontroversi ini justru mengalihkan perhatian dari pencapaian tersebut. Hal ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya bersikap bijak dalam bermedia sosial, terutama bagi tokoh publik.
Pada akhirnya, kasus ini menegaskan kembali bahwa di era digital, setiap individu, terlebih lagi tokoh publik, perlu memiliki kesadaran tinggi akan dampak dari setiap pernyataan dan tindakan mereka di media sosial. Hanya dengan kesadaran dan kebijaksanaan inilah kita bisa menciptakan ruang digital yang lebih positif dan konstruktif bagi semua pihak.
Editor : Muhammad Irsal