Jakarta – Harianesia – Media massa, media sosial, hingga grup WhatsApp di Indonesia saat ini dipenuhi berita soal polisi. Dari pagi hingga malam, tontonan dan bacaan masyarakat nyaris seluruhnya berkisar tentang polisi. Uniknya, pemberitaan ini bukan hanya soal polisi yang menangani masyarakat (yang sering kali berupa kriminalisasi terhadap warga), tetapi juga soal polisi yang menindak polisi.
Belum hilang dari ingatan publik tentang kasus Ferdy Sambo yang membunuh sesama polisi. Kasus ini melibatkan ratusan polisi lainnya dalam proses penyelidikan. Kini muncul lagi kasus baru: polisi membunuh polisi. Jika dalam kasus Sambo, seorang jenderal membunuh anak buahnya, kasus terbaru melibatkan dua perwira berpangkat AKP, di mana yang satu menjadi pelaku dan yang lainnya menjadi korban. Bedanya, salah satu perwira adalah lulusan akademi kepolisian, sedangkan yang lain hanya lulusan sekolah menengah yang sudah mendekati masa pensiun.
Belum lama ini, publik juga dikejutkan oleh berita dua mobil polisi yang saling bertabrakan. Meski hal ini bisa dianggap wajar sebagai kecelakaan lalu lintas biasa, tetap saja kejadian ini menimbulkan tanda tanya besar. Polisi yang seharusnya terlatih dalam berlalu lintas malah terlibat insiden semacam ini, yang memalukan sekaligus ironi.
Kasus lain yang tak kalah heboh adalah polisi yang membakar polisi lain, yang ternyata adalah suaminya sendiri. Kasus ini terbongkar memiliki motif judi online (judol). Fakta ini mengejutkan, karena ditemukan ratusan ribu anggota Polri (dan TNI) yang terjerat dalam aktivitas judol. Judi yang dulu dianggap penyakit masyarakat kelas bawah kini telah “naik kelas” menjadi kebiasaan elit berseragam.
Tulisan ini terinspirasi dari komentar seorang teman mengenai insiden penembakan tragis Kasatreskrim Polres Solok Selatan, AKP Ulil, oleh Kabagops Polres yang sama, AKP Dadang. Temannya dengan nada nyeleneh berkomentar, “Dengar polisi mati ditembak polisi, rakyat bergembira, horeee…”
Realitanya, Indonesia kini seakan menjadi milik polisi dan segala permasalahannya. Polisi yang seharusnya melayani masyarakat justru terlihat lebih sibuk dengan urusan primordial mereka sendiri. Kekuasaan yang dimiliki digunakan untuk memperkaya diri, keluarga, dan kroni-kroni mereka, sementara rakyat semakin tersisih dari negerinya sendiri.
Ironisnya, dalam situasi ini rakyat hanya bisa pasrah, duduk tenang sambil menonton berbagai kasus polisi yang melibatkan polisi: polisi bunuh polisi, polisi bakar polisi, polisi tabrak polisi, hingga polisi tangkap polisi karena narkoba atau judi online. Semua ini menjadi tontonan tragis, tapi bagi sebagian rakyat justru terasa seperti hiburan pahit sambil berkata, “Horeee… polisi mati lagi, hahaha.”
Editor : Tim Redaksi Harianesia
Sumber : Korban kriminalisasi polisi Polres Lampung Timur
Oleh : Wilson Lalengke