Lamogan – Jumat, 9 Mei 2025, Aroma ketegangan terasa pekat di pesisir utara Lamongan. Sengketa lahan besar yang melibatkan dua nama besar di industri maritim nasional, yakni PT. Dok Pantai Lamongan (PT. DPL) dan PT. Lamongan Marine Industry (PT. LMI), semakin memasuki fase kritis. Perselisihan mengenai kepemilikan sah atas lahan strategis di kawasan Jl. Daendels Km 63, Kecamatan Paciran, kini bergerak menuju babak akhir, seiring dengan turunnya langsung Pengadilan Negeri Lamongan ke lapangan untuk melakukan konstatering, Jumat (9/5/2025).
Lahan yang disengketakan bukan tanah biasa. Ini adalah hamparan seluas 293.562 meter persegi yang di atasnya berdiri bangunan galangan kapal yang dulu dikelola oleh PT. LMI. Namun, berdasarkan Grosse Risalah Lelang Nomor 3202/10.01/2024-01 tanggal 19 Desember 2024, PT. Dok Pantai Lamongan secara sah ditetapkan sebagai pemenang lelang dan pemilik baru lahan tersebut. Dokumen tersebut memiliki kekuatan hukum setara dengan putusan pengadilan berkekuatan tetap (inkracht), lengkap dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Namun, seperti banyak kasus hukum tanah di negeri ini, putusan di atas kertas tak serta-merta langsung diterima di lapangan.
Langkah Hukum Ditempuh, PT. LMI Abaikan Teguran Pengadilan. Menurut keterangan dari Soekardji, SH., MH., kuasa hukum PT. DPL yang akrab disapa Cakjoss, pihaknya melalui Kantor Hukum Ananto Haryo & Rekan telah secara resmi mengajukan permohonan eksekusi pengosongan lahan ke Pengadilan Negeri Lamongan. Merespons permohonan itu, Ketua PN Lamongan menerbitkan Penetapan Nomor 1/Pdt.Eks.RL/2025/PN Lmg, membuka jalan hukum untuk pengosongan lahan oleh termohon, dalam hal ini PT. LMI.
Pengadilan kemudian memanggil PT. LMI pada 11 Maret 2025 untuk menghadiri sidang aanmaning (teguran resmi), namun tidak digubris. Panggilan kedua dijadwalkan pada 21 Maret 2025, dan kali ini PT. LMI hadir diwakili oleh Direkturnya, Wahyudin Nahafi, beserta tim kuasa hukumnya.
Di hadapan Ketua Pengadilan, teguran secara resmi dilayangkan. Namun ironisnya, hingga hari ini, PT. LMI tetap enggan menyerahkan lahan secara sukarela, meskipun hak hukum telah berpindah tangan.
Konstatering: Keadilan Turun ke Lapangan. Hari Jumat, 9 Mei 2025, menjadi titik balik. Pengadilan Negeri Lamongan mengambil langkah tegas dengan melaksanakan konstatering, yakni proses pencocokan dokumen hukum dengan kondisi aktual di lokasi. Di bawah pengawasan Panitera Florensa Crisbeck Huttubessy, SH, tim pengadilan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap batas-batas tanah, keabsahan bangunan, serta kesesuaian dokumen sertipikat.
Kegiatan ini mendapat pengawalan ketat dari aparat Kepolisian dari Polres Lamongan, serta melibatkan jajaran Polsek Paciran. Hadir pula Camat Paciran, Kepala Desa Kemantren, Kepala Desa Sidokelar, dihadiri pula tim kuasa hukum dari PT. Dok Pantai Lamongan yaitu Andreas Yohannes Tuwo, S.H., Retno Purbawati, S.H., M.H. dan Ni Luh Putu Eva S, S.H., serta pihak terkait lainnya yakni tim kuasa hukum dari PT. Lamongan Marine Industry.
Menurut Cakjoss, PT. LMI melalui kuasanya menyatakan keberatan terhadap batas tanah tertentu, terutama yang sebelumnya merupakan bagian dari sertipikat Nomor 31 atas nama PT. LMI. Namun ketika diminta menunjukkan bukti sertipikat atau dokumen pendukung, mereka tidak dapat memperlihatkan satu pun dokumen otentik.
Sementara itu, PT. DPL telah menyiapkan bukti lengkap, termasuk sertipikat lama dan baru. Bahkan, mereka telah mengajukan permohonan resmi kepada BPN Lamongan untuk pengembalian batas, sebagai bentuk kehati-hatian sebelum nantinya dilakukan pemagaran permanen.
Panitera: Tidak Ada Masalah Signifikan, Laporan Disampaikan ke Pimpinan. Florensa Crisbeck Huttubessy menegaskan bahwa proses konstatering berjalan lancar. “Pencocokan antara data di atas kertas dengan kondisi lapangan pada umumnya sudah sesuai,” tegasnya di lokasi.
Menanti Detik-Detik Eksekusi. H. Ananto Haryo, SH., MHum., MM, Koordinator Tim Hukum PT. DPL, menyampaikan bahwa dengan selesainya konstatering, maka langkah berikutnya tinggal menunggu penetapan pelaksanaan eksekusi pengosongan oleh Ketua Pengadilan Negeri Lamongan.
“Semua bidang tanah sudah sesuai. Tidak perlu pengukuran ulang. Tidak ada lagi alasan penundaan. Kami optimistis dalam waktu dekat, lahan ini akan dikosongkan secara resmi oleh negara demi menegakkan keadilan,” ujarnya.
Dengan dimilikinya 5 Sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT. Dok Pantai Lamongan, dan dukungan penuh dari putusan hukum yang sah, publik kini menunggu: Akankah negara tegas menegakkan hukum hingga akhir? Ataukah kekuasaan non-formal masih lebih kuat dari selembar risalah lelang?
Satu hal yang pasti, pengosongan lahan seluas hampir 30 hektare ini tinggal menunggu waktu.