Depok_harianesia.com_ Proyek penurapan tebing di RT 04 RW 14, Kelurahan Cilangkap, Tapos, Kota Depok, yang menelan anggaran APBD 2025 sebesar Rp136.954.683,35, kini menjadi sorotan tajam. Proyek ini dikerjakan oleh Buena Konsultan, diawasi PT Gugusawang Prakarsa Konsultan, dan dirancang oleh PT Wisanggeni Jasa Teknik.
Alih-alih transparan dan terbuka sebagaimana proyek publik seharusnya, di lapangan justru tercium kuat dugaan praktik tertutup. Sosok yang diduga mandor proyek, Sasmet, enggan memberikan keterangan apa pun kepada awak media. Ironisnya, ia justru mengarahkan wartawan untuk “koordinasi” dengan Jamal, pengurus LPM, tanpa menjelaskan kapasitas dan dasar kewenangan LPM dalam proyek tersebut.
Saat ditanya lebih lanjut, Sasmet hanya menjawab, “Semua wartawan koordinasinya ke Jamal,” tanpa merinci bentuk koordinasi yang dimaksud. Pernyataan ini bukan hanya membingungkan, tapi juga menimbulkan kecurigaan akan praktik tidak sehat dalam pelaksanaan proyek.
Lebih mengejutkan, Sasmet bahkan menyebut proyek ini “punya wartawan”, meski enggan menyebut nama. Jika benar proyek bernilai ratusan juta rupiah ini dibekingi atau dimiliki oknum wartawan, maka ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi potensi konflik kepentingan serius yang mencederai integritas profesi dan tata kelola anggaran publik.
Masyarakat berhak tahu: siapa sebenarnya yang berdiri di balik proyek ini? Mengapa pelaksana proyek bersikap tertutup? Dan apa peran sebenarnya LPM hingga disebut-sebut oleh mandor?
Proyek dana rakyat bukan ruang gelap yang bisa dimainkan segelintir orang. Ketertutupan, pengalihan jawaban, hingga penyebutan nama profesi untuk mengaburkan tanggung jawab adalah alarm keras bagi aparat pengawasan dan penegak hukum untuk bertindak cepat dan tegas.
Jika benar ada wartawan yang bermain proyek, Dewan Pers juga harus turun tangan. Profesi jurnalis tak boleh digunakan sebagai tameng untuk bancakan anggaran negara.(Tim)