JAKARTA – Secara yuridis dalam proses pengadilan perkara
narkotika, hakim diwajibkan UU no
35 tahun 2009 tentang narkotika,
untuk memperhatikan apakah
perkara yang sedang diadili
tergolong perkara pecandu/korban
penyalahgunaan narkotika atau
perkara peredaran gelap narkotika
berdasarkan pasal 4 d UU no 35
tahun 2009 tentang narkotika.
Secara medis penyalahguna
narkotika sebagai penderita sakit
adiksi ketergantungan narkotika,
secara kriminologi penyalah guna
adalah korban kejahatan peredaran
gelap narkotika, dan secara yuridis
penyalah guna narkotika
dikriminalkan UU sebagai pelaku
kejahatan penyalahgunaan
narkotika dan hakim yang diberi
kewajiban (pasal 127/2) dan kewenangan (pasal 103/1 oleh UU
untuk menjatuhkan sanksi
alternatif berupa rehabilitasi demikian penjelasan secara tertulis oleh Dr.Anang Iskandar,S.IK.,SH ,MH Pakar Hukum Narkotika dalam unggahan di Instagram pribadinya Selasa (14/1/2025).
Mantan Kepala BNN ini juga menjelaskan bahwa “Rehabilitasi adalah bentuk
hukuman bagi penyalah guna
narkotika, karena pasal 103/2
menyatakan masa menjalani
rehabilitasi atas keputusan hakim
diperhitungkan sebagai masa
menjalani hukuman”.
Namun secara defakto hakim
menafsirkan lain, hakim
menafsirka bahwa perkara
penyalah guna narkotika adalah
perkara pidana konvensional,
dimana proses pengadilannya
menggunakan proses pengadilan
pidana, dan penjatuhan
hukumannya menggunakan
hukuman pidana, akibatnya dapat
ditebak lapas over kapasitas ungkapnya.
Mestinya hakim yang mengadili
perkara penyalah guna narkotika
“wajib” menghadirkan saksi ahli
untuk mengetahui predikat
penyalah guna, taraf kecanduan
dan mengetahui berapa lama
waktu yang diperlukan bila
dilakukan pemulihan melalui
rehabilitasi.
Tidak fair proses
pengadilannya bila “hanya”
menghadirkan saksi penangkap
tanpa menghadirkan saksi ahli
adiksi dan saksi ahli hukum
narkotika.
Bila penyalah guna terbukti
sebagai penyalah guna murni
maka sanksinya hanya sanksi
rehabilitasi bila penyalah guna
narkotika terbukti sebagai
penyalah guna dan juga sebagai pengecer maka hukumannya
berupa hukuman komulatif ya
pidana ya rehabilitasi pungkas Anang.
Editor : D.Wahyudi