Jakarta – Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Warga Kebon Sayur, Cengkareng, Jakarta
Barat, melakukan demonstrasi di depan Gedung Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, untuk meminta penghentian
penggusuran dan perusakan lingkungan di wilayahnya.
Warga membawa beberapa poster yang antara lain bertuliskan “Tanah Air Beta Tanah Air Mafia” dan “Stop Penggusuran
dan Perusak Lingkungan di Wilayah Kebon Sayur”.
“Tolong keluarkan alat berat di Kebon Sayur! Lakukan sengketa tanah terhadap yang mengaku-ngaku! Warga Kebon Sayur
bukan untuk dicoba!,” kata seorang orator dari atas mobil komando di depan Balai Kota Jakarta, Senin (21/4/24)
Aparat Kepolisian dan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berjaga membentuk barikade di depan pintu
masuk Balai Kota.
Akibat demo tersebut, arus lalu lintas di sekitar Balai Kota sempat mengalami kemacetan sebab massa menutup hampir
separuh badan jalan.
Ketua Aliansi Perjuangan Warga Kebon Sayur Kapuk, M Andreas mengatakan, sejak awal Maret 2025, warga terusik oleh
keberadaan alat berat dan truk pengangkut tanah yang masuk ke wilayah mereka tanpa izin resmi.
“Aktivitas itu dijaga oleh sekelompok orang yang diduga preman bayaran dan telah menggusur rumah serta lapak usaha
milik warga,” kata Andreas.
Andreas mengatakan, penggusuran tersebut diduga dilakukan atas perintah seseorang yang mengklaim memiliki tanah
seluas 21,5 hektare berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188/PK/Pdt/2019.
Namun, menurut dia, wilayah tersebut telah dihuni oleh sekitar 3.000 kepala keluarga (KK) selama lebih dari 20 tahun.
“Aktivitas penggusuran tersebut atas perintah seseorang sesuai dengan nama yang terpampang dalam papan nama yang
terpasang di pintu gerbang masuk perkampungan warga sebagai seseorang yang mengklaim tanah seluas 21,5 hektare,”
kata dia.
Menurut Andreas, tidak ada sosok SHA yang pernah muncul ke publik maupun menunjukkan bukti kepemilikan yang sah.
Bahkan pemerintah Kelurahan Kapuk menyatakan tidak menerima pemberitahuan terkait aktivitas alat berat itu.
la juga mengungkapkan bahwa warga telah beberapa kali mencoba menghentikan aktivitas alat berat, tetapi kerap
mendapat intimidasi dari pihak yang diduga sebagai preman.
Pada 17 Maret 2025, warga juga sempat melakukan aksi dan audiensi dengan pihak Wali Kota Jakarta Barat, yang saat
itu berjanji akan melakukan observasi dan menindak aktivitas ilegal jika terbukti tidak berizin. Namun, sampai saat ini
belum ada tindakan lanjutan.
Dalam aksi di Balai Kota Jakarta, warga dan aliansi yang tergabung, seperti AGRA, SPHP, PEMBARU, FMN dan GMNI
Jakarta Selatan, menyampaikan empat tuntutan utama.
Yaitu penghentian penggusuran, pengeluaran alat berat dari lingkungan warga, ganti rugi atas bangunan yang telah
digusur serta penerbitan sertifikat tanah untuk warga Kebon Sayur dan Kapuk Pulo.
“Kami meminta kepada pihak gubernur untuk membantu, mendukung dan mengatensikan kepada pihak Badan
Pertanahan Nasional agar menerbitkan sertifikat tanah untuk warga Kebon Sayur dan Kapuk Pulo, Kelurahan Kapuk
Kecamatan Cengkareng Kota Jakarta Barat,” katanya.