Jakarta – Dalam era demokrasi yang katanya “bebas”, kita menemukan paradoks yang menarik. Di satu sisi, kita memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan pers dan hak untuk berkomunikasi. Namun, di sisi lain, wartawan masih menghadapi ancaman, kekerasan, dan intimidasi dalam menjalankan tugasnya.
Apakah ini berarti bahwa kebebasan pers kita hanya “kebebasan” dalam kata-kata, bukan dalam tindakan? Apakah kita hanya ingin menjadi bangsa yang “bebas” dalam teori, tapi tidak dalam praktik?
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan kebebasan pers dan melindungi hak-hak wartawan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28F disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.” Pemerintah harus memastikan bahwa hak ini dilindungi dan dijamin bagi semua warga negara, termasuk wartawan.
Selain itu, Undang-Undang No. 40