Proyek yang dikerjakan pada Juni 2025 itu menuai sorotan lantaran diduga dikerjakan secara asal-asalan: mulai dari mutu betonisasi yang buruk, retakan dini di permukaan jalan, hingga dugaan kuat penggunaan material yang tak sesuai spesifikasi teknis. Ini bukan sekadar soal kualitas, tetapi menyangkut integritas penggunaan uang rakyat.
Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah sikap Lurah Pabuaran, Muhamad Yusup, yang secara terang-terangan menutup akses klarifikasi kepada pelaksana kegiatan. Saat dimintai keterangan lebih lanjut, ia justru melempar tanggung jawab ke staf kelurahan yang tidak memiliki kapasitas teknis. Lebih jauh lagi, kontak wartawan yang hendak melanjutkan konfirmasi justru diblokir secara sepihak oleh pihak kelurahan.
Ini bukan sekadar tindakan tidak kooperatif, melainkan indikasi nyata praktik anti-transparansi dan upaya membungkam fungsi kontrol media. Tindakan ini patut diduga sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip keterbukaan informasi publik serta upaya untuk menutup-nutupi potensi penyimpangan penggunaan dana negara.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan bahwa setiap badan publik wajib membuka akses informasi kepada masyarakat.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara dapat dikenai sanksi berat, termasuk pidana penjara.
Permendagri No. 130 Tahun 2018 dengan tegas mengharuskan setiap program kelurahan dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Memblokir wartawan adalah bentuk pembangkangan terhadap demokrasi. Pemerintah kelurahan tidak hanya menutup informasi, tetapi secara aktif menghalangi fungsi pengawasan publik yang dijamin oleh konstitusi.
Bupati Bogor diminta segera mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada Lurah Pabuaran atas dugaan pelanggaran prinsip akuntabilitas publik.
Inspektorat Kabupaten dan lembaga pengawas proyek agar segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap proyek ini, baik secara teknis maupun administratif.
Dewan Pers dan Komisi Informasi Pusat maupun Daerah diminta menyatakan bahwa tindakan pemblokiran terhadap jurnalis adalah bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers, dan harus dilawan.
Keterbukaan informasi adalah hak publik dan kewajiban pejabat negara. Bila akses informasi ditutup, maka semua bentuk dugaan penyimpangan layak untuk dicurigai sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Diamnya lurah bukan hanya soal etika buruk, tapi juga potensi pelanggaran hukum.
Publik berhak tahu. Wartawan berhak bertanya. Pemerintah wajib menjawab.(Tim)
Tutup Akses Klarifikasi Proyek Rp118 Juta, Lurah Pabuaran Diduga Bungkam dan Tidak Transparan: Wartawan Justru Diblokir
×
Tutup Akses Klarifikasi Proyek Rp118 Juta, Lurah Pabuaran Diduga Bungkam dan Tidak Transparan: Wartawan Justru Diblokir
Sebarkan artikel ini