HukumUncategorized

Lambang Negara Dibiarkan Robek di SPBU BP Margonda: Nasionalisme Dilupakan, Wartawan Dilarang Liput

45

Depok_harianesia.com_Di tengah gempuran narasi nasionalisme dan cinta Tanah Air, pemandangan ironis justru terpampang nyata di salah satu stasiun pengisian bahan bakar milik PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR) di Jalan Margonda Raya, Depok. Bendera Merah Putih – simbol kedaulatan negara – dibiarkan berkibar dalam kondisi kusam dan robek, tanpa kepedulian berarti dari pihak pengelola.

Situasi ini terpantau langsung oleh awak media, dan menuai pertanyaan besar: Apakah nilai-nilai penghormatan terhadap simbol negara sudah sebegitu murahnya hingga diabaikan oleh pelaku usaha asing yang beroperasi di bumi Indonesia?

Padahal, Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 secara tegas mengatur bahwa bendera yang rusak wajib diganti segera dan setiap warga negara maupun badan usaha harus menjaga kehormatannya. Jika simbol negara saja diperlakukan seperti sampah usang, bagaimana mungkin publik percaya bahwa korporasi tersebut menjunjung tinggi nilai-nilai lokal?

Saat dikonfirmasi, Boy – selaku SVP SPBU BP Margonda – berdalih bahwa penggantian sudah dipesan sejak satu bulan lalu, namun belum juga dikirim oleh kantor pusat. Alasan yang bukan hanya lemah, tapi juga menunjukkan sikap abai terhadap simbol kenegaraan. Mengganti bendera tidak memerlukan prosedur impor; cukup satu hari dengan niat dan itikad baik.

Yang lebih memprihatinkan, ketika awak media hendak mendokumentasikan kondisi bendera di area terbuka, pihak SPBU justru melarang pengambilan gambar. Tindakan ini tidak hanya melanggar UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tapi juga mengindikasikan adanya upaya membungkam akses informasi publik—sebuah sikap yang tidak semestinya dilakukan oleh entitas yang beroperasi di ruang pelayanan masyarakat.

Kini memang bendera baru telah dikibarkan, tapi bukan karena kesadaran, melainkan karena malu setelah dipantau media. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan cerminan dari sikap korporasi terhadap simbol negara yang menjadi identitas bangsa.

Penghormatan terhadap Bendera Merah Putih bukan soal formalitas upacara atau seremoni tahunan. Ia adalah wujud konkret nasionalisme dan integritas. Jika perusahaan besar seperti BP-AKR tidak mampu menjaga bendera negara tetap layak, maka layak dipertanyakan pula komitmennya terhadap Indonesia.

Pemerintah daerah, aparat, dan masyarakat sipil patut menaruh perhatian serius. Pembiaran terhadap hal “kecil” seperti ini bisa menjadi indikator matinya nasionalisme dalam praktik sehari-hari.

Exit mobile version