Politik

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat Evaluasi Kapolda Sumbar Jilid II: Aspirasi Rakyat Dibalas dengan Represi dan Penangkapan

115

Padang, 21 April 2025

JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat kembali turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi: mendesak Kapolda Sumatera Barat menemui langsung dan mendengarkan suara rakyat. Namun, seperti sebelumnya, harapan ini dijawab dengan tindakan represif.

Aksi damai yang digelar di depan Mapolda Sumbar dibubarkan secara brutal. Aparat kepolisian menembakkan water canon, melakukan intimidasi, mengeluarkan ancaman, dan menangkap setidaknya 12 orang (jumlah masih dalam konfirmasi), termasuk satu orang pengacara publik dan 3 asisten pengacara publik dari LBH Padang yang tengah menjalankan tugas pendampingan hukum. Padahal, sejak awal massa aksi telah menegaskan bahwa tuntutan mereka hanya satu: berdialog langsung dengan Kapolda. Sayangnya, hingga aksi dibubarkan secara paksa, Kapolda tetap enggan menemui massa dan memilih bersembunyi di balik tembok institusi.

Tindakan represif dimulai dengan penyemprotan water canon ke arah massa, diikuti pembubaran paksa, intimidasi verbal, dan ancaman penangkapan terhadap peserta aksi yang bertahan menyuarakan tuntutannya.

Ironisnya, hingga akhir aksi, Kapolda Sumbar tak sekalipun muncul di hadapan publik, meskipun itulah inti dari tuntutan yang disampaikan.

Aksi hari ini merupakan lanjutan dari “Evaluasi Kapolda Sumbar Jilid I” yang telah digelar pada 17 April 2025.

Dalam penilaian publik, setelah 100 hari menjabat, Kapolda Sumbar gagal menunjukkan komitmen memperbaiki institusi kepolisian.

Buruknya penanganan kekerasan oleh aparat, mandeknya penyelesaian kasus pelanggaran HAM, pembiaran kriminalisasi terhadap pejuang hak-hak rakyat, serta praktik intimidasi terhadap aktivis dan jurnalis, menjadi catatan kelam yang tak kunjung dibenahi.

Atas situasi ini, kami, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat, menyatakan sikap:

1. Mengecam keras tindakan represif dan brutal aparat terhadap massa aksi, termasuk penggunaan kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap peserta aksi serta advokat.

2. Menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat bagi seluruh peserta aksi yang ditangkap.

3. Menuntut Kapolda Sumatera Barat bertanggung jawab atas tindakan brutal aparatnya serta segera membuka ruang dialog terbuka dengan masyarakat.

4. Mendesak Kapolri mengevaluasi dan mencopot Kapolda Sumatera Barat karena gagal menjunjung nilai-nilai reformasi kepolisian.

5. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak tinggal diam menghadapi upaya sistematis membungkam suara rakyat.

Hari ini, kita kembali diingatkan bahwa di Sumatera Barat, demokrasi masih dibayangi kekerasan negara.

Bahwa suara rakyat dianggap sebagai ancaman, bukan kebenaran. Bahwa keadilan hanya menjadi slogan, bukan kenyataan.

Namun kami percaya: selama ketidakadilan masih berlangsung, selama kekuasaan masih menindas, rakyat akan terus berdiri. Kami akan terus melawan.

Demokrasi tidak lahir dari moncong senjata dan semprotan water canon.

Demokrasi lahir dari keberanian rakyat untuk bersuara.

Editor: D.Wahyudi

Exit mobile version