Politik

KIKA Tolak RUU TNI, Bayang-Bayang Dwi Fungsi yang Siap Menyergap

122

JAKARTA ,- Sejarah di Indonesia seperti berputar di tempat. Reformasi yang susah payah diperjuangkan kini berada di ujung tanduk.

Diam-diam, di sebuah hotel mewah, Komisi I DPR RI dan Pemerintah justru membahas Revisi Undang-Undang (RUU) 34/2004 tentang TNI.

Tentara yang diamanatkan konstitusi harus kembali ke barak, meninggalkan panggung politik, apalagi bisnis seperti di Orde Baru justru berpeluang punya jalan pulang lewat RUU yang dibahas tersebut. Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengkritik pembahasan senyap eksekutif dan legislatif itu.

Menurut perwakilan KIKA, Herdiansyah Hamzah, revisi ini memberi peluang TNI kembali ke ranah sosial, politik, hingga ekonomi. RUU ini berpeluang melahirkan represi, impunitas, hingga pelanggaran HAM yang sistemik.

“Kita tahu, di Orde Baru, keterlibatan TNI tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil. Merusak demokrasi,” sebutnya dalam siaran pers, Minggu, 16 Maret 2025.

RUU ini juga tak sejalan dengan komitmen Indonesia di instrumen HAM Internasional seperti ICCPR dan Konvensi Anti-Penyiksaan. Alih-alih memastikan akuntabilitas di tubuh militer, perubahan regulasi yang dirancang pemerintah dan DPR RI ini justru memberi ruang besar bagi impunitas.

Impunitas yang terus-menerus dibiarkan seperti itu bakal berujung pada pembungkaman. Orde Baru sudah jadi contoh nyata betapa susahnya bersuara. Tak hanya itu, penegakan hukum pun bisa menjadi tak efektif dengan keputusan yang bias.

“Ini bukan lagi ancaman abstrak. Ada kenyataan yang perlahan mengikis ruang kebebasan sipil,” lanjut pria yang akrab disapa Castro itu.

Profesionalisme militer pun kini diuji. Dengan perpanjangan masa pensiun, terbukanya ruang bagi perwira aktif di posisi sipil, peluang adanya intervensi politik melalui operasi militer selain perang.

“Dan yang paling absurd dari semua itu, pembahasannya digelar di hotel mewah, tertutup dari sorotan publik,” tuturnya.

Kebijakan efesiensi anggaran yang dikumandangkan pemerintah pusat nyatanya terbantahkan. Sementara pemerintah dan DPR seperti bermufakat melangkahi mentah-mentah transparansi dan akuntabilitas mereka.

Editor: D.Wahyudi

Exit mobile version