
Yang lebih memprihatinkan, proyek ini nyaris tanpa penerapan standar keselamatan kerja (K3), sebuah kelalaian yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam pekerjaan konstruksi publik. Tidak hanya soal teknis, tapi juga menyangkut keselamatan para pekerja dan warga sekitar.
Proyek tersebut menelan anggaran Rp54.589.666,80, bersumber dari APBD Kota Depok. Namun, alih-alih memberikan manfaat, hasil di lapangan justru memicu keraguan publik atas pengelolaan anggaran yang efisien dan akuntabel.
Namun ironisnya, saat tim media melakukan peninjauan ke lokasi, mandor proyek tidak tampak, menandakan lemahnya pengawasan langsung. Bahkan, U-ditch yang retak tetap dipasang tanpa tindakan perbaikan terlebih dahulu praktik yang jelas-jelas menyalahi prinsip pengerjaan konstruksi yang layak.
Warga sekitar mulai mempertanyakan kualitas pengerjaan yang seharusnya bisa memberi solusi jangka panjang terhadap persoalan drainase, bukan justru menambah masalah baru di kemudian hari. Mereka juga mendesak agar pihak terkait—baik pengawas maupun dinas teknis—tidak lepas tangan dan segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh.
Masyarakat berharap proyek ini tidak menjadi bagian dari tradisi “kerja cepat asal selesai”, tanpa memperhatikan mutu dan ketahanan jangka panjang. Apalagi, anggaran yang digunakan bersumber dari APBD yang harus dipertanggungjawabkan secara transparan.
Pemerintah Kota Depok melalui dinas terkait diharapkan segera mengambil sikap tegas terhadap pihak pelaksana maupun pengawas proyek ini, agar kepercayaan publik terhadap program pembangunan tidak kian terkikis.