Politik

Bisnis Extraktif SHERLY TJOANDA, Proyeksi Bencana Akibat Politik Elektoral di Maluku Utara

339

JAKARTA – Terpilihnya Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe sebagai Gubernur dan Wakil

Gubernur Maluku Utara periode
2025 – 2030 yang didukung oleh
Partai Nasdem, PPP, Demokrat,
PKB, PAN, Gelora, Buruh, dan PSI,
sesungguhnya membawa angin
segar bagi kekuasaan Presiden Prabowo.

Meskipun pasangan ini tak
diusung Gerindra, partainya
Presiden Prabowo Subianto, namun
delapan partai pendukung saat ini berada
dalam afiliasi politik KIM Plus, yang
saat ini sebagian dari elitnya
menjadi pembantu Prabowo.

Maka, Sherly dalam memimpin Maluku Utara,
ditengarai akan bekerja dan
melayani agenda pusat, salah satu
agenda prioritas pusat, yaitu
melanjutkan hilirisasi nikel.
Nikel masih menjadi komoditas
primadona yang terus digenjot
pemerintah, dan pelaksanaan
program tersebut sudah aktif di
Maluku Utara dikutip dari jatam.org Selasa (14/1/2025).

“Dengan demikian,
program prioritas pemulihan
lingkungan yang telah disampaikan
Sherly, justru menjadi pepesan
kosong”.

Dalam debat Calon Gubernur kedua pada Selasa 19
November 2024 di Auditorium Universitas
Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), yang lalu dirinya
menekankan pentingnya menjadikan pelestarian lingkungan sebagai prioritas dalam
kepemimpinannya.

“Untuk memastikan aktivitas pertambangan tidak merusak ekosistem, yang mendukung sistem kehidupan masyarakat?” dirinya kala itu menegaskan
“Jika saya jadi Gubernur Maluku Utara, saya akan berada di garda terdepan untuk mengadvokasi, pelestarian lingkungan hidup Maluku Utara yang kita cinta, untuk masa depan anak cucu kita dan saya pun akan mengadvokasi masyarakat, “katanya.
Ia pun dengan tegas menggambarkan situasi yang terjadi, akibat dari aktivitas pertambangan

Kemudian ia menyoroti
sejumlah kerusakan lingkungan yang terjadi di
Teluk Weda, Halmahera Tengah dan Teluk Buli,
Halmahera Timur sebagai akibat dari dampak
aktivitas tambang nikel disertai pengelolaannya.

Apa yang dikatakan Sherly memang benar,
bahwa potret krisis sosial-ekologis terhadap
kedua teluk itu dipicu oleh tambang serta industri
nikel, mulai dari hilangnya tutupan hutan, banjir,
sungai, laut, hingga udara tercemar, warga
kehilangan ruang produksi, serta krisis kesehatan.
Bahkan ikut mereduksi tatanan sosial hingga ancaman kelangsungan hidup bagi anak dan cucu di masa mendatang.

Perlu diketahui, bahwa dalang dari
setumpuk krisis itu berkaitan erat dengan
program hilirisasi nikel yang berlanjut, tidak
menutup kemungkinan, krisis ini terus meluas
menggerogoti tubuh kepulauan Maluku Utara.

Selanjutnya, pernyataan Sherly yang mengatakan bahwa
“kami tidak hanya berbicara, tetapi juga akan
bertindak dengan langkah konkret untuk
merehabilitasi lingkungan Maluku Utara” patut
diragukan sekaligus tak bisa dipegang.

Mengingat, selain partai pengusungnya menjadi suksesi kekuasaan Prabowo dan Gibran, ia juga
sebenarnya adalah salah satu aktor yang
berkepentingan langsung dengan sektor
pertambangan serta industri ekstraktif di Maluku Utara.

Sherly Tjoanda diketahui sebagai
pengusaha,
Jejak gurita bisnisnya
bergerak di multi sektor, mulai dari
perhotelan, kontraktor atau jasa
konstruksi, dan sektor industri
ekstraktif.

Adapun industri ekstraktif, yakni PT Indonesia
Mas Mulia, PT Amazing Tabara, PT Bela Sarana
Permai, PT Karya Wijaya, PT Bela Kencana, dan
PT Bela Berkat Anugerah.

Akrobat politik hari ini, mulai dari terpilihnya Sherly Tjoanda sebagai Gubernur Maluku Utara dengan latar sebagai pebisnis ekstraktif sekaligus diusung oleh partai KIM plus; terpilihnya kandidat yang diusung oleh partai yang terafiliasi dengan KIM plus di kantong utama nikel seperti Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur dan Halmahera Selatan; serta penunjukan Bahlil Lahadalia yang menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dengan fokus lebih banyak mengurus sektor energi; menunjukkan pengurus negara tak benar-benar serius menghentikan laju kerusakan dan krisis ekologis yang dihadapi Maluku Utara.

Dengan ambisi pemerintahan Prabowo Subianto yang menggebu-gebu untuk mengejar nilai tambah komoditas nikel, pada 2025.

Maluku Utara akan mengalami kerusakan yang lebih memilukan dibandingkan 2024 dengan eskalasi bencana yang lebih merusak.

(D.Wahyudi)

Exit mobile version